14 Februari 2005, Selesai mengantar Proposal perjalanan ke kantor gubernur, langsung menuju rumah kontrakan, untuk packing. Setelah mengisi tas ransel penuh dengan baju-baju, aku di kagetkan dengan kedatangan teman yang membawakan satu kantong plastik rendang untuk bekal selama perjalanan, aku senang sekali, belum lagi ibu pemilik kontrakan juga membekali perjalanan ku kali ini dengan ikan mujair goreng, Alhamdulillah, perjalanan ku ini sungguh di berkahi.
15 Februari, hari keberangkatan. Demi menghemat biaya, kami tim Andalas yang terdiri dari saya, Dayat, Doni, Ega dan Riska berangkat menggunakan BUS ANS dengan tiket Padang-Jakarta Rp 100.000,-, kami memang harus berhemat karena untuk perjalanan Padang-Bali, saya hanya membawa uang 1,5 juta rupiah. Perjalanan dari Padang-Jakarta sangat melelahkan, tetapi semangat untuk melihat Bali nan indah dari dekat, membuat kami semangat lagi. 17 Februari 2010 sore, kami tiba di pelabuhan Bakauheni, pelabuhan yang sering terdengar di lagu-lagu Minang. Pelabuhannya bagus dan bersih, yang paling berkesan adalah anak-anak kecil berebut uang koin pecahan seratus dan lima ratus, yang di lemparkan penumpang kapal ke laut. Pemandangan selat sunda di sore hari sangat indah, ombak cukup tenang, tampak dari kejauhan lampu-lampu kapal nelayan yang memancar bagai bintang di langit kelam.
Tanggal 18 Februari Jam 01.00 dini hari, kami sampai di terminal Rawamangun , Jakarta Timur, disana seorang teman yang kami kenal melalui jejaring sosial Friendster, telah menunggu, namanya Iman, Ia adalah Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negri Jakarta angkatan 2001, rencananya malam ini kami menginap dirumahnya, rumah iman kecil tetapi bagus memang tidak jauh dari terminal, kami di sediakan sebuah kamar di lantai tiga, dari sana terdengar suara bising di jalanan, anak-anak muda Jakarta sedang racing sepeda motor, saking kecapeannya, sama sekali tidak mengganggu istirahat kami. Jam 08 Pagi kami harus bangun, karena hari ini kami melanjutkan perjalanan ke Bali menggunakan kereta api, setelah melahap abis sarapan yang disediakan Iman kami langsung berangkat ke Stasiun Jatinegara, kami berencana mengambil kereta kelas bisnis tujuan Surabaya yang berangkat pukul 10, berhubung harga tiket yang mahal untuk kelas bisnis kami akhirnya memutuskan membeli tiket kelas ekonomi seharga Rp. 30.000,-. Ini pengalaman pertama saya naik kereta, satu blog kursi kereta ekonomi diisi oleh 4 orang, yang duduk saling berhadapan, kursinya terbuat dari pastik berwarna orange, dinding kereta yang karatan, dan kaca bolong adalah pemandangan yang biasa kata penumpang lain. belum lagi penumpang yang duduk di bawah dan berjibun pedagang asongan dan pengamen yang bersaing mencari rezeki. Tempat duduk saya berada di gerbong 6c saya bersebelahan dengan seorang penumpang lain tujuan Yogyakarta, dari dia (saya lupa namanya) saya belajar sedikit bahasa jawa, cukup menyenangkan, walaupun bokong rasanya panas dan siap meledak karena sudah tidak tahan bercumbu dengan kursi plastik berjam-jam.
19 Februari subuh, kami sampai di stasiun Surabaya, mau tidak mau kami harus mengambil kelas bisnis karena, punggung dan bokong sudah tidak bisa kompromi, harga tiket tujuan Bali dari Surabaya Rp.55.000,-, sangat pas dengan pelayanan yang kami dapat, duduk tidak lagi berhadap-hadapan, tidak ada lagi pedagang asongan, kursi plastik atau kaca yang bolong yang siap membasahi kami saat hujan. Saya sangat menikmati perjalanan ini, alam jawa timur yang berbukit memanjakan mata setelah tiga hari hanya melihat kerumunan orang yang penuh sesak di kereta, inilah sesungguhnya perjalanan itu, keluar duit sedikit, tetapi alam member lebih. Jam 3 sore kami sampai di Banyuwani, disana kami dan penumpang kereta lainnya di transfer menggunakan Bus PT Kereta Api, Busnya cukup nyaman meski harus berdesakan dengan penumpang lain. Sorenya kami sampai di Pelabuhan, ketapang dan kami siap menyebrang menggunakan ferry, hanya menempuh waktu 20 menit untuk mengarungi selat Bali, kami sampai di pelabuhan Gilimanuk, disana, kami di periksa oleh petugas pelabuhan yang menggunakan pakaian khas Bali. KTP dan surat-surat lain tidak luput dari pemeriksaan hal ini wajar apalagi Bali sempat menelan kerugian triliunan rupiah saat Bali di serang Bom 2002 lalu.
Billboard besar yang bertuliskan Selamat Datang di Pulau Dewata, sangat mengharukan, Alhamdulillah, kami sampai juga, meski belum menapaki kota Denpasar. Suasana Bali yang berbudaya mulai terasa di pelabuhan, gerbang yang berbentuk pura berwarna orange mencolok di tambah beberapa pura kecil di jalan utama pelabuhan sangat menarik untuk dilihat, apalagi perjalanan dari Gilimanuk menuju denpasar banyak terlihat pura-pura yang berada di pinggir jalan.
Di kecamatan Negara saya melihat Masjid berwarna Putih berdiri megah, saya berdecak kagum, ternyata di Bali banyak juga bermukim orang Islam, mereka adalah perantau dari Jawa, terutama Jawa timur yang memang sudah bermukim ratusan tahun di sana.
Jam 8 malam, kami sampai di Kota Denpasar, tujuan pertama kami adalah fakultas Sastra Universitas Udayana, kami memang ke Bali memenuhi Undangan dari teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam IKAHIMSI Bali. Kampus Udayana cukup bagus tetapi fakultas sastra berdiri terpisah dari kampus lainnya, kampus Fakultas sastra berdiri berdekatan dengan RSUD Sanglah. Disana kami diberikan sebuah ruangan kelas untuk tinggal sementara, sebelum nantinya berangkat lagi ke lokasi acara yang berada di luar kota. Karena capek saya memutuskan untuk istirahat tetapi dayat meminta saya untuk menemaninya mencari makanan di sekitar kampus. Karena panitia memang tidak menyediakan makanan malam itu. Saya, Dayat dan Doni menyusuri tepi jalan untuk mencari warung nasi, di pertigaan jalan kami menemukan sebuah warung dengan penerangan sedanya menjual nasi campur, disana dituliskan “Nasi Campur Bu Wedari Rp 2500,-“, karena murah kami pun memutuskan untuk makan disana, tetapi mendadak perut saya sakit, saya tidak jadi makan dan memutuskan kembali lebih awal.
Pagi harinya setelah mandi, kami mulai bosan karena tidak ada aktivitas, Ryan mahasiswa Udayana asal Surabaya mengajak kami kerumahnya melalui SMS, kami menyambut baik ajakan itu, terbayang oleh kami bisa tidur-tiduran atau sarapan pagi gratis yang di sediakan oleh teman yang baru kami kenal itu, menuju rumahnya kami kembali menyusuri jalan yang semalam kami lewati ketika mencari makanan, Doni salah satu teman sangat terkejut membaca plang Nama di perempatan jalan, aku, dayat dan mega juga melihatnya disana tertulis “ Nasi Campur Bu Wedari Rp 2500,-, bukan itu yang membuat kami kaget, tetapi tulisan di atas atapnya yang semalam tidak terlihat, BABI GULING BU WEDARI, “hah…bukannya itu yang semalam kita kunjungi” kata Dayat yang langsung Muntah dan pusing. Rasa shock yang sama juga menghantui Doni, hal ini berlanjut hingga makan siang. Bukannya rasa solidaritas saya kurang, tetapi rasa lapar yang cukup tinggi karena semalam ngak ikutan makan “babi guling itu..hee” makan saya lahap sekali di rumah ryan yang kebetulan beragama Islam, tetapi hal ini justru berbanding terbalik dengan dua rekan saya dayat dan doni yang kehilangan nafsu makan, saya tidak tahu pasti berlanjut hingga kapan.
Jam 2 sore, kami dan peserta lain mengikuti seminar pertama yang seyogyanya di mulai besok, berhubung pembicara yaitu Sejarawan Anhar Gonggong, (dari namnya saja bisa dipastikan orangnya nyntrik) tidak bisa hadir besoknnya, seminar dimajukan satu hari, kami memakai salah satu ruang kelas, “mmm..ternyata ruang belajar Fakultas Sastra Universitas Andalas jauh lebih baik”, pikirku dalam hati, seminar berlangsung hangat, tampangnya yang sangar berbeda dengan caranya berbicara, halus dan lugas. Setidaknya itu yang berhasil saya tangkap. Setelah sholat Ashar kami berangkat ke lokasi acara, dan jam 4 lewat 15 menit kami sampai di Wisma KNPI, wismanya sangat asri dan bagus, beda sekali dengan wisma KNPI Padang yang tidak terurus. Malamnya sebelum acara perkenalan antar peserta di mulai, beberapa mahasiswa asal Bali sedang bersiap-siap untuk sebuah upacara (belakangan saya ketahui namnya Upacara Malam Purnamaan), Peserta agama lain diizinkan untuk ikut, karena ingin mengetahui sensasinya saya pun ikut-ikutan, tetapi beberapa mahasiswa dari kampus lain tidak menghargai upacara ini, mereka tertawa dan ngobrol saat upacara berlangsung. Setelah sembahyang Purnamaan, kami masuk acara berikutnya yaitu perkenalan.
Tanggal 22 Februari acara seminar nasional dimulai, sebelum acara inti, kami disuguhkan sebuah tarian Bali yang ditujukan sebagai penghormatan atas tamu, kemudian acar di lanjutkan dengan seminar yang diisi oleh dosen IKIP Singaraja bernama I Gde Parimartha dan dosen IKIP Jakarta Isa Ansyari, seminar ini membahas tentang sejarah lokal dan pengaruhnya bagi sejarah Indonesia. Selesai acara kami diizinkan untuk menikmati Bali di sekitar wisma KNPI.
Hari kedua Seminar diisi oleh dosen Udayana Bali, Prof. Dr. A.A Gde Putra Agung SU dan dosen IKIP Singaraja I Gde Widja, saya tidak terlalu mengikuti seminar yang kedua ini, karena sudah muali bosan, saya lebih memilih keluar dari wisma menikmati alam bali yang Indah bersama I Nyoman Reda mahasiswa Udayana yang baru saya kenal. Saya diajak ke Krematorium, GWK, dan pantai Kuta, di kuta saya sempat menjajal arena permainan Banana Boat dan Flying Fish, Pantai yang indah seperti yang diberitakan, wuiss…alam Bali dan kreasi masyarakatnya memang tiada duanya. Hari ketiga tiba giliran kami para mahasiswa menyampaikan makalah, dari Unand diwakili oleh Doni Marlizon dan kurnia Hidayat, sedangkan dari UGM diwakili oleh M. Yuanda Zara yang kebetulan urang awak yang kuliah d yogya. Malamnya kami sampai pada acara pementasan Seni yang diikuti oleh Seluruh Peserta Seminar Nasional.
Hari terakhir adalah hari jalan-jalan, rombongan kami di bawa oleh sebuah bus pariwisata, tempat wisata pertama yang kami tuju adalah Gua Gajah, disana juga terdapat reruntuhan candi budha dan masih di pelihara hingga sekarang, inilah wujud dari kerukunan umat beragama, disana juga terdapat tempat pemandian bernama Sapta Gangga, pemandian ini sangat unik, karena pancurannya merupakan patung Dewi sedang menyiramkan air. Didalam Goa terdapat patung Ganesha (gajah) dan 3 Arca yang merupakan perwujudan (maaf) kelamin laki-laki.
Menjelang siang perjalanan kami lanjutkan ke candi gunung Kawi, berhubung hari ini jumat, panitia ingin mengantar kami ke salah satu Masjid, berhubung Masjid hanya terdapat di pusat kota, akhirnya keinginan tersebut urung dan melanjutkan perjalanan ke komplek candi gunung kawi, dinamakan candi gunung kawi, karena candi ini di pahat di bukit Gunung Kawi. Disana terdapat Empat buah candi besar di pahat di dinding batu, wow indahnya...yang paling menarik sebenarnya adalah sawah hijau subur terhampar seperti punden berundak-undak, di beberapa pematang dan bukit terdapat pohon kelapa yang menambah unik pemandangan. Untuk mencapai candi, kita harus menuruni ribuan anak tangga, di sepanjang jalan terdapat beberapa buah toko souvenir yang menjual oleh-oleh khas Bali.
Sorenya kami melanjutkan perjalanan ke Pasar Seni Sukowati, disini terdapat berbagai macam kerajinan khas Bali, sebelum berbelanja saya mengambil uang di sebuah ATM yang terdapat di depan Pasar, antrian ATM tidak terlalu lama karena ATM yang tersedia cukup banyak, inilah yang membuat saya Mengacungkan Jempol, di Bali, apa-apa tidak pernah susah. Menjelang Pintu Masuk pasar Sukowati kami di kejutkan oleh 2 orang Nenek-nenek yang menawarkan Patung yang terbuat dari kayu, harga satu patung adalah Rp. 8.000,- yang membuat kami membeli bukan karena murah atau menariknya patung tersebut, kami dipaksa membeli oleh nenek itu yang mengatakan pada kami bahwa mereka sudah 2 hari tidak makan, dan berharap belas kasihan dari kami dengan membeli patung tersebut, awalnya kami membeli satu patung tetapi mereka memaksa dua patung, ya wess kami beli juga masing-masing dua.
Dua jam berbelanja saya hanya membeli satu kain khas Bali, 2 lusin gantungan kunci, satu stel Baju kaos biru tulisan Bali, sepasang papan surfing Mini, lonceng bambu, sepasang pajangan dan arak Bali,, kemudian perjalanan kami lanjutkan ke Pabrik Baju Jogger, disana saya membeli satu baju Jogger dan sandal, pantai Sanur merupakan akhir perjalanan kami hari ini.
Tanggal 27 merupakan hari perpisahan, setelah sarapan kami bersiap pulang ke kota masing-masing, seorang teman bernama Muhammad Arby Tanjung, mahasiswa Unimed, menawarkan kami untuk tinggal lebih lama di Bali, sayang kami telah di Bali tanpa menjajal Objek wisata lain di Bali selain Kuta dan GWK, akhirnya kami setuju dan kemudian Merental mobil Avanza dan melaju keTanah Lot, Ubud hingga danau Bedugul yang terdapat di utara kota Denpasar, danau ini sangat indah, coba lihat sendiri..heee…
Setelah puas menjajal pulau Bali kami akhirnya pulang ke rumah saudaranya Arby di Denpasar, dan tanpa di sangka-sangka ternyata rumah yang kami tuju adalah rumah yang di rekomendasikan Om ku sebelum berangkat, aku dan Arby ternyata masih saudara jauh, wah…tidak di sangka-sangka. Malamnya kami disediakan makan malam oleh mak’uwo, panggilan akrab ku pada Ibu pemilik rumah, nasi Padang komplit siap menyambut kami setelah hampir dua minggu tidak bersua di lidah. Mmm…makan kami sangat lahap.
Pagi-pagi sekali kami siap-siap untuk kembali ke Padang, Bali nan Indah akan kami tinggalkan dengan membawa sejuta kenangannya. Perjalanan ke jakarta kami dengan Bus Puri Kencana kelas bisnis membawa kami menikmati pulau jawa dari sisi berbeda, tetapi keindahan Pulau dewata tidak akan terlupakan.
Sebuah kenangan lama nan berkesan. Mantab cosma.
BalasHapus